Jumat, 07 Maret 2008

Ringkasan Khotbah: Markus 4:35-41

Markus 4:35-41

GAUL DENGAN ALLAH

Siapa dia? Pertanyaan ini biasanya kita ucapkan pada saat bertemu dengan orang yang masih asing bagi kita, orang yang belum kita kenal sama sekali, atau mungkin juga orang yang pernah kita temui tapi kita lupa akan dirinya. Yang pasti pertanyaan ini kita tujukan pada orang yang kita belum kenal dengan baik.

Merupakan suatu keanehan jika pertanyaan “Siapa Dia?” ini kita tujukan pada teman-teman kita, saudara kita, atau orang tua kita. Maksudnya ialah akan aneh rasanya jika kita mengajukan pertanyaan ini kepada orang-orang yang dekat dengan kita atau pada orang-orang yang waktunya sebagian besar berada bersama-sama dengan kita. Mengapa? Karena ketika kita mengajukan pertanyaan tersebut kepada orang yang dekat dengan kita, maka itu menunjukkan bahwa kita belum mengenal orang tersebut dengan baik.

Dalam Markus 4:35-41 dicatat bahwa pada sore hari setelah mengajar orang banyak, Yesus dan murid-murid-Nya naik perahu untuk menyeberang. Singkat cerita di dalam perahu Yesus tidur, dan kemudian pada ayat 34 dikatakan bahwa terjadilah angin ribut yang menggoncangkan perahu mereka, sehingga mulai penuh dengan air.

Karena takut perahu mereka akan tenggelam, maka para murid berusaha dengan keras untuk menyelamatkan diri mereka. Ada yang mencoba untuk mengeluarkan air dari dalam perahu, ada yang mencoba untuk menurunkan layar perahu agar angin tidak mempermainkan perahu mereka, semua usaha dilakukan agar mereka bisa selamat. Ketika seseorang berada dalam ketakutan, maka ia tidak dapat berpikir dengan tenang dan akan berusaha dengan cara macam apapun untuk mempertahankan dirinya. Akan tetapi semakin lama semakin nampak bahwa usaha para murid sia-sia. Air terus masuk ke dalam perahu mereka, sedangkan angin ribut tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Melihat keadaan ini para murid nampaknya semakin putus asa dan panik.

Di tengah-tengah kepanikan dan keputus-asaan para murid saat itu, mereka melihat satu sosok sedang tidur di dalam perahu. Ketika yang lain sedang bekerja keras agar perahu mereka tidak tenggelam, orang ini malah tidur di perahu. (Bayangkan jika seandainya dalam satu tugas kelompok untuk dikerjakan bersama-sama, ada satu anggota yang tidak mau bekerja sama sekali. Ia hanya bersantai-santai ketika anggota yang lain bekerja keras menyelesaikan tugas mereka. Apa yang dirasakan oleh anggota kelompok yang bekerja tersebut terhadap teman mereka ini? – kira-kira seperti itulah yang para murid rasakan ketika melihat orang ini.)

Siapakah orang yang tidur ini? Tidak lain dan tidak bukan orang yang tidur itu adalah guru mereka sendiri, yaitu Yesus. Mungkin dengan perasaan jengkel bercampur panik dan putus asa karena perahu mereka akan tenggelam, para murid segera membangunkan Yesus dan berkata ”Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?”. Mereka seolah-olah ingin berkata ”Guru, Kamu kok enak-enak saja tidur. Apa Kamu tidak tahu kalau kita sebentar lagi mau mati? Ayo bantu kami untuk menjaga perahu ini tidak tenggelam!” Di dalam kondisi seperti ini apa yang dilakukan para murid merupakan reaksi yang wajar, seperti manusia biasa pada umumnya yang takut akan kematian.

Namun hal yang menarik terjadi! Setelah melihat para murid-Nya yang panik dan putus asa tersebut, Yesus pun bangun dan menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu agar tenang. Sehingga angin ribut itu reda dan danau tersebut pun menjadi teduh sekali. Setelah itu Yesus pun menegur murid-murid-Nya ”Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” Pertanyaan-pertanyaan Yesus ini rasanya sulit untuk dimengerti. Karena memang pada waktu itu para murid sudah takut mati, sehingga rasanya pertanyaan ini kurang tepat. Tapi mengapa Yesus tetap mengatakan hal ini? - yang rasanya lebih tepat dipahami bukan sebagai pertanyaan yang memerlukan jawaban, melainkan merupakan sebuah teguran yang keras kepada para murid. Apa sih maksudnya? (mari kita lihat lebih jauh lagi).

Entah karena keheranan terhadap peristiwa yang baru saja mereka alami, para murid tidak memberikan respon secara langsung terhadap pertanyaan Yesus tersebut. Mereka malah takut kepada Yesus (pertama takut pada angin ribut, namun setelah itu takut pada Yesus) dan untuk pertama kalinya di dalam Alkitab dicatat para murid bertanya seorang pada yang lain ”Siapa gerangan orang ini, ...” atau dengan kata lain ”Siapa Dia? (v. 41).

Sikap para murid yang pertama kali mendiskusikan tentang siapa Yesus ini menunjukkan bahwa mereka belum mengenal Yesus dengan baik, padahal mereka sudah sekian lama bersama-sama dengan Yesus. Jika mereka mau mendiskusikan tentang siapa Yesus ini, bukankah rasanya harus di awal mereka mengikut Yesus. Tapi kok baru sekarang? Sehingga dari sini dapat diketahui bahwa selama ini para murid belum mengenal Yesus dengan baik. Apalagi bila kita balik pada waktu para murid membangunkan Yesus dari tidurnya, mereka mengatakan ”Apakah Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” Apakah memang Yesus benar-benar tidak perduli? Tetapi mengapa para murid bisa berkata seperti itu? pada Yesus lagi, yang tidak lain dan tidak bukan adalah guru mereka sendiri. Apakah para murid tidak tahu bahwa guru mereka, Yesus Kristus, adalah Pribadi yang berkuasa? Tahu, karena mereka berada bersama-sama dengan Yesus pada saat Ia mengusir setan, menyembuhkan orang sakit, dan mengajar orang banyak yang baru saja mereka ikuti pada pagi hari itu. Ternyata pengetahuan akan seseorang tidak menjamin bahwa kita mengenal orang tersebut dengan baik, begitu pula hubungan kita dengan Allah. Pengetahuan akan Allah tidak menjamin bahwa kita mengenal Allah dengan baik.

Lalu bagaimana caranya mengenal Allah dengan baik? Hiduplah bergaul dengan Allah, yaitu dengan tekun berdoa, saat teduh yang teratur, membaca Alkitab, dan rajin beribadah. Semakin kita setia dan tekun melakukan hal-hal ini, maka kita akan mengenal Allah dengan baik dan dapat mengetahui apa yang menjadi kehendak-Nya buat kita, sehingga kita dapat hidup menjadi saluran berkat bagi orang lain untuk kemuliaan nama Allah.

Lihatlah teladan Henokh, sebagai orang yang hidup bergaul dengan Allah (Kejadian 5:24). Henokh diangkat ke surga dan bahkan ia sudah menubuatkan kedatangan Tuhan yang kedua kali pada masa hidupnya (Yudas 1:14). Nuh yang selamat dari air bah karena hidup bergaul dengan Allah. Daniel beserta kawan-kawannya, Elia, dan masih banyak tokoh di dalam Alkitab yang hidup bergaul dengan Allah. Sehingga mereka bisa mengenal Allah dengan baik, mengetahui kehendak-Nya, dan dapat menjadi berkat bagi orang di sekitarnya.

Tidak ada ruginya hidup bergaul dengan Allah, malah kita akan semakin mengenal Allah dengan baik. Oleh karena itu, marilah kita hidup bergaul dengan Allah, sehingga pada waktu angin ribut dan gelombang besar datang menerjang kita (permasalahan hidup, ketakutan, tekanan dan ancaman dari orang yang membenci kita, serta pengaruh ajaran sesat yang mengancam), kita akan dapat dengan teguh berdiri. Sebab kita tahu siapa perlindungan dan pengharapan kita, yaitu Allah yang merupakan sumber keselamatan kita.

SUDAH GAUL DENGAN ALLAH BELUM?